"Menemukan
Kembali Pemimpin Ideal"
(Harapan Normative kita Di Bumi Pertiwi).
Oleh : Agus Salim
Sejarah kepemimpinan mencatat bahwa pemimpin itu lahir dari adanya
musyawarah yang melahirkan mufakat dari sekelompok masyarakat untuk menunjuk
salah satu orang untuk menjalankan suatu tananan nilai atau peraturan yang
telah di sepakati bersama dengan tujuan untuk menciptakan masyarakat yang
sejahtera. Menurut Plato bahwa pemimpin yang baik itu harus berasal dari
seorang filosuf, beliau beranggapan bahwa filsuf adalah pemimpin yang mampu
menciptakan kesejahteraan sosial dengan kebijaksanaan yang ada dalam dirinya.
Dalam konteks Indonesia sekarang, banyak sekali terjadi suatu kesenjangan sosial yang terjadi
(insability) di mana banyak persoalan yang melahirkan konflik di berbagai
daerah di bumi pertiwi seperti adanya pemberontakan OGAM di aceh, OPM di papua,
RMS di maluku dan lain-lain. Sebenarnya lahir sebuah problem atau masalah itu
adalah bentuk kekecewaan masyarakat terhadap pemimpin di negeri ini. Terlepas
dari itu, ini adalah indikasi dari ketidak mampuan seorang pemimpin dalam
menciptakan kesejahteraan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Karena memang pola
pikir dan tindakan mereka lebih di arahkan kepada individu di banding
kesejahteraaan sosial. Karena memang kehadiran Negara dan pemerintah itu dalam
rangka menciptakan kesejahteraan sosial bukan menciptakan kesejahteraan
individu atau kelompok tertentu.
Di sisi lain, di jajaran birokrasi pemerintah banyak terjadi konfik
kepentingan, di mana elite politik yang satu dengan elite politik yang lain
saling mempertahankan kepentingannya. Praktek politik elite di negeri ini sama
dengan apa yang di katakann oleh Thomas hobbes di mana manusia yang satu dengan
manusia yang lain saling membunuh, ibarat dihutan rimba, dimana-mana manusia
yang satu bagaikan srigala bagi manusia
yang lain, manusia tersebut akan menggunakan kekuatanya untuk menguasai apa
yang dia bisa kuasai sekalipun itu bukan haknya.
Di Negara ini masih banyak persoalan
yang menyangkut kesenjangan sosial yang harus di benahi dan di selesaikan
dengan cara memikirkan solusinya. Dalam proses penyelesaian masalah yang
terjadi di internal birokrasi kepemerintahan dan masalah kesenjangan sosial itu
sudah banyak dipikirkan oleh para pakar politik, mahasisiswa, dan masyarakat
dengan melalui dialog atau pendiskusian di negeri ini, akan tetapi solusi atau ide
itu semua hanya di jadikan sebagai arsip Negara tampa ada implementasi
yang jelas sehingga persoalan di negeri ini tidak terselesaikan.
Sebetulnya apa yang salah dengan itu semua, apakah paradigma
masyarakat terhadap pola prilaku politik pemerintah (dalam system partai) yang
di salahkan atau kurangnya integritas atau kesadaran pemerintah itu sendiri..?
inilah pertanyaan mendasar yang seharusnya bisa mengerakkan pikiran
sejuta umat dalam mencarikan jawaban dan solusinya. Persoalan Kesenjangan sosial
yang terjadi di Negara ini sebetulnya berawal dari seorang pemimpin yang tidak
memiliki integritas, komitment, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik. Masyarakat di pelosok Negari ini merindukan adanya sosok
pemimpin yang mengabdi kepada kepentingan rakyat supaya udara kesejahteraan
yang selama ini tidak pernah di rasakan, agar bisa di nikmati oleh rakyat di
negeri ini. Harapan sejuta umat di negeri ini tidak akan terwujud manakala
tidak ada kesadaran dan jiwa revolusioner dari generasi bangsa ini. karena baik
atau buruknya Negara itu tergantung dari ahlaknya generasi muda.
Negara ini mengalami masa depan yang suram atau tampa tujuan yang
jelas, itu semua berawal dari seorang
pemimpin yang megabdi kepada pihak-pihak asing dan melalaikan kepentingan
masyarakat. Negara itu ibaratkan seperti kapal laut dan nahkodanya adalah
pemerintah, maka terwujud atau tidaknya tujuan Negara itu tergantung dari
seorang pemimpinnya, karena seorang pemimpin adalah pengendali sekaligus
mengatur Negara itu. Bukti ketidak komitmen dari pemerintah di Negara ini
karena tidak mampu merealisasikan apa yang di janjikan pada saat melakukan
sosialisasi politik, lebih tepatnya adalah visi dan Misi.
elite politik di negeri ini
kebanyakan memainkan politik pencitraan dan propaganda, demi mewujudkan
reputasi dimata masyarakat, maka disitu perlu ada kedaran masyarakat memaknai politik
dengan benar. Untuk mewujudkan pola prilaku politik masyarakat yang cerdas perlu
ada peran serta partai politik, mahasiswa, tokoh agama dalam memberikan
pendidikan politik untuk masyarakat. Agar mampu merubah paradigma politik many yang selama ini membudaya dalam diri
masyarakat di bumi pertiwi.
Terlepas dari krusialisasi permasalahan yang terjadi, apa yang
sebetulnya yang harus di benahi, apakah system politik dalam perekrutan kader
partai atau pola prilaku politik masyarakat yang cenderung memakai politik many..?
Menurut saya, yang harus di benahi adalah kedua
– duanya di mana system perekrutan kader partai yang nanti akan menjadi seorang
pemimpin yang di delegasi oleh partai di mana individu itu diseleksi secara
ketat dengan cara : 1) merubah paradigma dalam system perekruitment kader yang
selama ini berdasarkan system transaksi dan primordial dengan system
proporsional. Dimana sistem yang berdasarkan keahlian atau potensi yang ada
dalam diri individu (Kualitas). 2) peran
partai politik dalam memberikan pendidikan politik kepada kader-kader partai
supaya memahami konteks politik yang benar. 3) pendidikan moral, guna untuk
mengembalikan nilai-nilai moralitas dalam diri kader partai yang selama ini
luntur.
Yang di butuhkan untuk menjawab masalah di atas perlu ada peran
serta seluruh elemen dalam Negara tersebut dalam memberikan pendidikan moral
kepada masyarakat supaya merubah
paradigma masyarakat yang selama ini cenderung memakai politik many. Yang kedua, adanya penegakan hukum
yang total oleh lembaga hukum terhadap persoalan yang terjadi dan yang ketiga,
peran serta mahasiswa sebagai Agen Of
Change melalui pergerakannya untuk mengkritisi kinerja-kinerja Upeti di
jajaran pemerintahan. Ketika ketiga elemen mampu bekerja secara bersama-sama
akan melahirkan suatu kesejahteraan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Adam Smith dan Nurcholish
Madjisd (Cak Nur), ada 4 hal yang harus di miliki oleh pemimpin
di antaranya adalah yang pertama Seorang pemimpin
harus memiliki Komitment di mana Rasa psikologis manusia yang di bangun
berdasarkan keadaan kebutuhan dan lingkungan yang cenderung menetap. kedua Seorang pemimpin harus memiliki Kualitas
di mana Potensi yang di miliki oleh manusia yang di gali secara aktual. Ketiga Seorang pemimpin harus Fleksibel
artinya Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan sesuai atas apa yang di
fikirkan (teoritis) dengan lingkungan (praktek). Dan yang keempat, Pemimpin harus Integritas di mana Sikap kesatuan yang di miliki oleh setiap
manusia dalam menyatukan berbagai pandangan dari masyarakatnya.
Jokowi selaku gubernur baru DKI Jakarta
menambahkan bahwa pemimpin itu harus banyak mendengarkan tetapi tidak banyak
bicara sehingga aspirasi yang coba di suarakan oleh masyarakat dapat
terealisasikan sesuai dengan apa yang di harapkan.
Mahasiswa fakultas psikologi "11 Universitas Muhammadiyah Malang.