Kamis, 17 Januari 2013


"Menemukan Kembali Pemimpin Ideal"
(Harapan Normative kita Di Bumi Pertiwi).
Oleh : Agus Salim
Sejarah kepemimpinan mencatat bahwa pemimpin itu lahir dari adanya musyawarah yang melahirkan mufakat dari sekelompok masyarakat untuk menunjuk salah satu orang untuk menjalankan suatu tananan nilai atau peraturan yang telah di sepakati bersama dengan tujuan untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Menurut Plato bahwa pemimpin yang baik itu harus berasal dari seorang filosuf, beliau beranggapan bahwa filsuf adalah pemimpin yang mampu menciptakan kesejahteraan sosial dengan kebijaksanaan yang ada dalam dirinya.
Dalam konteks Indonesia sekarang, banyak sekali terjadi  suatu kesenjangan sosial yang terjadi (insability) di mana banyak persoalan yang melahirkan konflik di berbagai daerah di bumi pertiwi seperti adanya pemberontakan OGAM di aceh, OPM di papua, RMS di maluku dan lain-lain. Sebenarnya lahir sebuah problem atau masalah itu adalah bentuk kekecewaan masyarakat terhadap pemimpin di negeri ini. Terlepas dari itu, ini adalah indikasi dari ketidak mampuan seorang pemimpin dalam menciptakan kesejahteraan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Karena memang pola pikir dan tindakan mereka lebih di arahkan kepada individu di banding kesejahteraaan sosial. Karena memang kehadiran Negara dan pemerintah itu dalam rangka menciptakan kesejahteraan sosial bukan menciptakan kesejahteraan individu atau kelompok tertentu.
Di sisi lain, di jajaran birokrasi pemerintah banyak terjadi konfik kepentingan, di mana elite politik yang satu dengan elite politik yang lain saling mempertahankan kepentingannya. Praktek politik elite di negeri ini sama dengan apa yang di katakann oleh Thomas hobbes di mana manusia yang satu dengan manusia yang lain saling membunuh, ibarat dihutan rimba, dimana-mana manusia yang satu bagaikan srigala bagi  manusia yang lain, manusia tersebut akan menggunakan kekuatanya untuk menguasai apa yang dia bisa kuasai sekalipun itu bukan haknya.
 Di Negara ini masih banyak persoalan yang menyangkut kesenjangan sosial yang harus di benahi dan di selesaikan dengan cara memikirkan solusinya. Dalam proses penyelesaian masalah yang terjadi di internal birokrasi kepemerintahan dan masalah kesenjangan sosial itu sudah banyak dipikirkan oleh para pakar politik, mahasisiswa, dan masyarakat dengan melalui dialog atau pendiskusian di negeri ini, akan tetapi solusi atau  ide  itu semua hanya di jadikan sebagai arsip Negara tampa ada implementasi yang jelas sehingga persoalan di negeri ini tidak terselesaikan.
Sebetulnya apa yang salah dengan itu semua, apakah paradigma masyarakat terhadap pola prilaku politik pemerintah (dalam system partai) yang di salahkan atau kurangnya integritas atau kesadaran pemerintah itu sendiri..?
inilah pertanyaan mendasar yang seharusnya bisa mengerakkan pikiran sejuta umat dalam mencarikan jawaban dan solusinya. Persoalan Kesenjangan sosial yang terjadi di Negara ini sebetulnya berawal dari seorang pemimpin yang tidak memiliki integritas, komitment, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Masyarakat di pelosok Negari ini merindukan adanya sosok pemimpin yang mengabdi kepada kepentingan rakyat supaya udara kesejahteraan yang selama ini tidak pernah di rasakan, agar bisa di nikmati oleh rakyat di negeri ini. Harapan sejuta umat di negeri ini tidak akan terwujud manakala tidak ada kesadaran dan jiwa revolusioner dari generasi bangsa ini. karena baik atau buruknya Negara itu tergantung dari ahlaknya generasi muda.
Negara ini mengalami masa depan yang suram atau tampa tujuan yang jelas, itu semua  berawal dari seorang pemimpin yang megabdi kepada pihak-pihak asing dan melalaikan kepentingan masyarakat. Negara itu ibaratkan seperti kapal laut dan nahkodanya adalah pemerintah, maka terwujud atau tidaknya tujuan Negara itu tergantung dari seorang pemimpinnya, karena seorang pemimpin adalah pengendali sekaligus mengatur Negara itu. Bukti ketidak komitmen dari pemerintah di Negara ini karena tidak mampu merealisasikan apa yang di janjikan pada saat melakukan sosialisasi politik, lebih tepatnya adalah visi dan Misi.
 elite politik di negeri ini kebanyakan memainkan politik pencitraan dan propaganda, demi mewujudkan reputasi dimata masyarakat, maka disitu perlu ada kedaran masyarakat memaknai politik dengan benar. Untuk mewujudkan pola prilaku politik masyarakat yang cerdas perlu ada peran serta partai politik, mahasiswa, tokoh agama dalam memberikan pendidikan politik untuk masyarakat. Agar mampu merubah paradigma politik many yang selama ini membudaya dalam diri masyarakat di bumi pertiwi.
Terlepas dari krusialisasi permasalahan yang terjadi, apa yang sebetulnya yang harus di benahi, apakah system politik dalam perekrutan kader partai atau pola prilaku politik  masyarakat yang cenderung memakai politik many..?
Menurut saya, yang harus di benahi adalah kedua – duanya di mana system perekrutan kader partai yang nanti akan menjadi seorang pemimpin yang di delegasi oleh partai di mana individu itu diseleksi secara ketat dengan cara : 1) merubah paradigma dalam system perekruitment kader yang selama ini berdasarkan system transaksi dan primordial dengan system proporsional. Dimana sistem yang berdasarkan keahlian atau potensi yang ada dalam diri individu (Kualitas).  2) peran partai politik dalam memberikan pendidikan politik kepada kader-kader partai supaya memahami konteks politik yang benar. 3) pendidikan moral, guna untuk mengembalikan nilai-nilai moralitas dalam diri kader partai yang selama ini luntur.
Yang di butuhkan untuk menjawab masalah di atas perlu ada peran serta seluruh elemen dalam Negara tersebut dalam memberikan pendidikan moral kepada masyarakat  supaya merubah paradigma masyarakat yang selama ini cenderung memakai politik many. Yang kedua, adanya penegakan hukum yang total oleh lembaga hukum terhadap persoalan yang terjadi dan yang ketiga, peran serta mahasiswa sebagai Agen Of Change melalui pergerakannya untuk mengkritisi kinerja-kinerja Upeti di jajaran pemerintahan. Ketika ketiga elemen mampu bekerja secara bersama-sama akan melahirkan suatu kesejahteraan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Adam Smith dan  Nurcholish Madjisd (Cak Nur), ada 4 hal yang harus di miliki oleh pemimpin di antaranya adalah yang pertama Seorang pemimpin harus memiliki Komitment di mana Rasa psikologis manusia yang di bangun berdasarkan keadaan kebutuhan dan lingkungan yang cenderung menetap. kedua Seorang pemimpin harus memiliki Kualitas di mana Potensi yang di miliki oleh manusia yang di gali secara aktual. Ketiga Seorang pemimpin harus Fleksibel artinya Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan sesuai atas apa yang di fikirkan (teoritis) dengan lingkungan (praktek). Dan yang keempat, Pemimpin harus Integritas di mana  Sikap kesatuan yang di miliki oleh setiap manusia dalam menyatukan berbagai pandangan dari masyarakatnya.
Jokowi selaku gubernur baru DKI Jakarta menambahkan bahwa pemimpin itu harus banyak mendengarkan tetapi tidak banyak bicara sehingga aspirasi yang coba di suarakan oleh masyarakat dapat terealisasikan sesuai dengan apa yang di harapkan.

Mahasiswa fakultas psikologi "11 Universitas Muhammadiyah Malang.