“IRONI NEGERI DI LIHAT DARI SEJARAH”
KALAU
terdengar kata kekerasaan tentu dalam benak kita itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan pasti kita tidak ingin hal itu sampai terjadi pada kita. Namun,
ketika hal itu datang maka kita tidak bisa mengelak dari itu. Berangkat dari
secuil fenomena itu lahirlah sebuah perasaan yang selalu Resah, resah dan
resah, rasa ini yang selalu menghampiri dalam batin ini, detik, menit, dan jam
perasaan itu terus datang menghampiriku, tangannya melambai-lambai bagaikan
makhluk yang mengerikan. Sejenak duduk di sudut sepi sembari merenungi nasib bumi
pertiwi yang penuh kesewenangan dan ketidakadilan, apakah tampa ketidakadilan
sejarah tidak ada.? begitu mahalnya keadilan di negeri ini sampai-sampai
mengorbankan orang-orang miskin, bagaimana tidak di mana-mana terjadi
penembakan masal secara terang-terangan, pelanggaran HAM terjadi di mana-mana
bahkan di setiap pelosok perdesaan, kota apalagi. Kaum-kaum kapitalis semakin
lahap memakan rakyat, harga-harga semakin naik membumbung tinggi (komsumtif dan
kapitalisme). Sehingga apa yang terjadi pada rakyat…?. Rakyat semakin menderita
karena di buatnya, hanya orang elit borjuislah yang mampu membeli dan bahkan
mereka malah memperebutkan itu. Sedangkan nasib rakyat apa…? Rakyat hanya kena
getah dari perilaku komsumtif dari bandit-bandit kekuasaan itu dan bahkan
tertindas dan hanya bisa merenungi nasib, sedang untuk mencari makan, kehidupan
yang layak tidak mampu mereka dapatkan apalagi ada keinginan untuk mendapatkan
kekuasaan.
Hari
demi hari saya sebagai generasi bangsa
dalam mengarungi lautan kehidupan dengan penuh keresahan hati ,jiwa, pikiran,
melihat kondisi Negara Indonesia yang semakin hari semakin tidak stabil, runtuh
karena ulah sekelompok manusia yang tidak bermoral dan selalu mensakralkan
kekuasaannya demi kepentingan individu
atau kelompok tertentu, Di sini lahirlah penindasan yang tiada hentinya yang di
praktekan para penguasa terhadap rakyat yang lemah. Di jaman revormasi sekarang
banyak Para penguasa, elit politik saling memperrebut kursi kekuasaan dengan
gaya permainan politik kotor yang menghalakan segala cara, rakyat lemah
dijadikan alat atau bahan umpan agar mendapatkan tujuan yang di inginkan para
penguasa, sehingga yang menikmati singgah sana kemewahan kursi kekuasan itu
adalah sekelompok manusia yang bernaluri (predator). Gaya politik seperti ini
identik dengan hukum Rimba, siapa yang kuat itulah yang menang, system politik
seperti itu sering di pakai pada jaman dahulu seperti pada jaman kerajaan LUIS
ke X17 Di Prancis,. Di negara tercinta ini di jadikan sebangai ajang pemainan
politik kotor para diktator yang berhati
binatang, ujung dari praktek permainan politik kotor para dictator yang berhati
binatang ini bisa membuat rakyat itu sengsara. Di Negara ini Rakyat yang lemah
hanya di jadikan tumbal dari ajang permainan politik para penguasa yang lalim
yang tidak mempertimbangkan nasib rakyat. Banyak penyimpangan, pelanggaran
terhadap hak –hak rakyat yang di lakukan oleh para penguasa yang tidak bermoral
yang bisa membuat rakyat sengsara. Hukum di Negara tercinta ini hanya sebagai
alat yang pasif ibarat sebuah huruf mati yang tidak mampu di implementasikan di
kehidupan yang nyata, sebaliknya hukum
dibuat untuk menjaga dan menjamin hak para penguasa bukan untuk menjaga hak
rakyat dari kejahatan para penguasa. Sungguh malang nasib masyarakat dan
generasi penerus bangsa ini yang menempuh hidup diatas penindasan yang semakin
hari semakin meraja lela yang di praktekan oleh para penguasa. Mereka cuman
bisa menerima nasib, seperti seorang anak yang menunggu nasi satu bungkus dari
seorang ibu tiri. Apa bila seorang ibu belum kenyang maka seorang anak belum
mendapatkan jatahnya. Artinya rakyat hanya menunggu sisa dari para penguasa.
Rakyat sekarang hanya di jadikan sebagai sampah dan boneka yang tidak manpu
mengkritik keputusan dari para penguasa, sekali pun keputusan tersebut jelas
merugikan rakyat itu sendiri, kita sebagai generasi penerus bangsa di juluki
sebagai “Agent of Change” kita di tuntut
untuk harus sadar dan menggunakan akal secara positif bagai mana melihat
kondisi Negara ini dan memberikan jawaban atau alternative terhadap kondisi
Negara ini, tentu masalah ini tidak bisa di terima akal waras kita.
Penulis
teringat atas apa yang di rintis oleh Karl
Marx bahwa hanya orang-orang elit borjuislah yang mampu bersaing,
memperebutkan kekuasaan. Sedangkan kaum protelar dan kaum buruh hanya bisa
meratapi nasib dengan perasaan yang serbasimpangsiur dan yang bisa mereka
perbuat hanyalah terus berjuang untuk melawan kediktatoran, mereka sangat
berhati-hati dalam bertindak, lengah sedikit hancur dan hangus sudah usaha yang mereka telah
perjuangkan (Baca Karl marx). Akan tetapi kaum-kaum buruh tidak perlu secemas
itu karena kita, MAHASISWA akan memperjuangkan nasib kalian, kita bersamamu
orang-orang malang.
Kadang
masyarakat selalu berkata dan bertanya, mengapa ini semua terjadi…? Tidakkah
engkau hentikan oh tuhan robbi.Hentikkan orang-orang yang tidak punya hati
nurani itu. Aku takut, aku sangat takut, mereka sangatlah keji bahkan lebih
keji bagaikan binatang yang memakan daging temannya sendiri. (ujar salah satu
masyarakat).
Sebelum
pertanyaan di atas terjawab semua. penulis mencoba merivew kembali apa yang
terjadi di masa lalu yang katanya sejarah telah mencatatnya. Betul apa yang di
rasakan oleh rakyat, tidak ada yang salah. Dari zaman ORLA, ORBA, sampai
revormasi. Peristiwa penindasan semakin hari semakin merajalela, hanya saja
cara implementasinya mengikuti perkembangan politik dan globalisasi namun
secara substansial tetap ujung-ujungnya menyengsarakan rakyat. Penulis teringat
akan peristiwa G 30 S/PKI. Dari penculikan dan pembunuhan yang di lakukan oleh
PKI (partai komunis Indonesia) terhadap para jenderal TNI angkatan darat, TNI
angkatan laut, maupun TNI angkatan udara. PKI menyusup kerumah-rumah jenderal
itu pada waktu dini hari dengan dalil yang dibawa bahwa kondisi negara Indonesia
dalam keadaan mencekik dan bapak presiden (Soekarno) menyuruh untuk menghadap
ke istana. Namun, dari beberapa jenderal tersebut menolak dengan mengatakan
datang lagi besok jam 8.00 WIB. Akan tetapi tentara PKI tidak menerima
penolakan dari para jenderal dan bersih kukuh untuk membawanya dan bahkan
mereka di tembak mati di hadapan keluarga karena kegigihan dari para jenderal untuk
tidak mengikuti kemauan tersebut. Yang lebih ironinya lagi mereka tidak di
perbolehkan untuk memakai seragamnya, Sungguh menyedihkan. Waktu menunjukkan angka
5.00 WIB dini hari. Para jenderal itu di siksa, di aniaya, di bunuh dan bahkan
mereka telah memasukkannya di lubang kecil yang di namakan lubang buaya. Sungguh
tidak punya hati nurani. Siapa yang akan bertanggung jawab atas peristiwa itu…?
Entahlah, entah itu semata-mata
kesalahan PKI atau kesalahan dari Presiden.
Peristiwa
di atas adalah bagian terkecil dari
seribu peristiwa yang telah membuat hati masyarakat terluka dan sampai sekarang
masih membekas.
Sekarang
peristiwa itu telah terjadi lagi seperti peristiwa Mesuji, peristiwa di bima
baik SAPE LAMBU maupun di NGALI (negeri para kasatria). Para bandit-bandit
kekuasaan telah bermain politik-politik kotor Demi para pemilik modal yakni
kaum kapitalisme, pemerintah rela mengorbankan martabat, harga diri dan menjual
nyawa masyarakat demi secerceh materi baik berupa uang, kekuasaan dan
saham-saham (materialistic). ketika di Tanya baik dari wartawan, media massa
dan perjumpaan pers, mereka menjawab bahwa ini demi kesejahteraan masyarakat. Tidak
ada satu pemerintahpun yang memiliki hati nurani, semuanya bejat, mereka
menyembunyikan kejelekan, kemunafikannya dengan persona (Topeng) dan berlindung
di belakang jabatannya. Benar apa yang di katakan oleh Soe hok gie (Alm) dan
herman lantang “politik Ta’I anjing”
Ketika
pemilihan CAPRES sedang mau di adakan, jauh-jauh hari mereka mendekati masyarakat dengan membawa
misi yang mulia (Jargon), mereka memberi, melindungi dan mengayomi masyarakat.
Mereka berkampanye, menyampaikan visi dan misinya yang begitu bergaya dan
santun di dengar. Namun itu hanya sebuah opini belaka, Sebuah embel-embel opini
liar semata, dalam pada itu setelah mereka mendapatkan misinya (mendapatkan
kekuasaan), seiring berjalannya roda kekuasaannya misi mulia tadi telah musnah
bagaikan di sapu angin puting beliung dan
mansyarakat telah di lupakan (tidak mengindahkan apa yang menjadi
aspirasi masyarakat).
Sungguh
ironi tragedy di negeri tercinta ini (politik kotor berhati predator). Dengan
peristiwa yang terjadi di atas siapa yang menghambat kinerja bejat pemerintah…?
Mereka selalu resah, bahkan terketuk hati nuraninya, mereka telah terpanggil
oleh jiwa sosialnya. Mereka selalu menjadi garda terdepan, mereka tidak takut
mati, kalaupun mereka mati, itu tidak menjadi persoalan, mereka telah
terpanggil oleh seorang pemikir sehingga masyarakat tidak tertindas secara
terus menerus.
Mahasiswa
ya mahasiswa…!!! Kata ini tidak asing lagi di telinga masyarakat, kata ini
sudah sangatlah familiar di telinga masyarakat dan bahkan dari beberapa
mahasiswa itu adalah anak-anak dari mereka yang tertindas. Dengan title yang
familiar itu tersimpan beban moral yang amat berat. (1). Tuntutan tri darma perguruan tinggi. (2). Sebagai Agent Of Change. (3). Agent of sosial. Inilah sebuah beban
yang kemudian di empan di punggung mereka.
Namun
itu tidak menyulutkan jiwa optimisme dan radikalisme ke-kritis-an. Sebagian
mahasiswa menyatakan bahwa itu hanya sebuah formalitas, banyak sekali yang
harus di perjuangkan (informal). Ujar mahasiswa 2009.
Mahasiswa
yang di kenal dengan sifat kritismenya, yang tidak pernah puas atas apa yang
telah di perbuatnya. Mereka mampu merubah keadaan. (Lihat), Dari peralihan masa
jabatan dari soekarno (ORLA) ke soeharto (ORBA). Itu adalah salah satu bukti
reel pergerakan mahasiswa. Tidak hanya dari universitas Indonesia (UI) Jakarta
dengan gabungan dari beberapa ormas dan mahasiswa, kemudian itu di namakan KAMI (kesatuan aksi mahasiswa Indonesia)
yang turun berdemonstrasi di jalan, tentunya orang-orang HMI-pun (himpunan mahasiswa islam) ikut terlibat
dalam pergolatan itu. Dalam pada itu, banyak dari beberapa aliansi pergerakan
masyarakat petani dan buruh telah turut serta dalam pergolakan demi menuntut
hak-hak yang telah di renggut oleh para penguasa. Segala carut marut pergerakan
itu kesenjangan sosialpun telah tercipta (ekonomi, sosial dan politik) namun
segala perjuangan itu tadi terbayar dengan turunnya rezim SOEHARTO (Era
reformasi).
Berangkat
dari paradigma sejarah ini tentunya kontribusi yang telah di berikan oleh
mahasiswa telah banyak menuai keberhasilan, di sini saya mengajak terhadap generasi-generasi sebagai penerus bangsa untuk terus
menjalankan misi mulia demi tercipta sebuah tatanan sosial yang baik serta menjaga
kehormatan para sang juara pencetus sejarah yang telah gugur duluan kala
Reformasi. Dalam pada itu, untuk menjalankan misi itu tentu kita harus menjaga
nilia-nilai kesolidaritas dan menghargai perbedaan antara kelompok tampa harus
mengklaim kebenaran dan menafikan yang lain.
Ketika berpijak pada
kata seorang tokoh yang paling revolusioner, NURCHOLISH MADJID (Cak Nur).
“Api tampa kayu takkan bisa hidup dan api
tampa ranting-ranting kecil takkan bisa hidup lama”
Artinya
bahwa solidaritas itu perlu karena memang idealnya manusia adalah makhluk
sosial. Nah, untuk itu Ayo kawan-kawan mari bersama-sama berjuang melawan
kediktatoran dari bandit-bandit kekuasaan secara kompulsif.
Sumber
penulis adalah Soe Hok Gie “Catatan Sang Demonstran”, Nurkholish madjid “api
islam”.
Penulis : Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah malang...!!!